Kamis, 13 Oktober 2011

Bahagia bersama Mertua 2


Meksipun di masa kini sudah banyak pasangan yang tidak lagi tinggal serumah dengan mertua (pondok mertua indah), namun hal tersebut bukan berarti bahwa masalah menantu -mertua tidak lagi terjadi. Hal ini mengingat bahwa sebagai anggota dari suatu keluarga besar, maka mertua dan menantu pasti akan sering bertemu dan saling berinteraksi, misalnya pada saat hari raya atau ketika menengok cucu (bagi sang mertua) atau menengok nenek (bagi sang cucu). permasalahan hubungan antara menantu dengan mertua seringkali menjadi pemicu timbulnya konflik antara suami dengan istri atau sebaliknya.cepat atau lambat permasalahan ini tentu akan memiliki dampak yang tidak menyenangkan baik bagi mertua dan menantu maupun bagi seluruh anggota keluarga besar. Mengapa permasalahan seperti ini bisa terjadi dan bagaimana cara menanganinya sehingga hubungan antara menantu dengan mertua dapat berlangsung harmonis?
Menantu Perempuan vs Mertua Perempuan mengapa yang menjadi sorotan hanya menantu perempuan dan mertua perempuan?. Jawabannya adalah karena kasus-kasus yang sering terdengar biasanya lebih banyak melibatkan menantu perempuan dan mertua perempuan. namun demikian, hal ini tentu tidak bisa diartikan bahwa menantu lelaki tidak pernah menghadapi masalah dengan mertua lelaki maupun mertua perempuan atau antara menantu perempuan dengan mertua lelaki.
Mengapa jarang terdengar (meskipun ada) masalah antara menantu lelaki dengan mertua perempuan, atau menantu perempuan dengan mertua lelaki, atau menantu lelaki dengan mertua lelaki? Pertanyaan ini mungkin dapat dijawab dengan argumentasi klasik bahwa lelaki dan perempuan pada dasarnya memang memiliki perbedaan. Menurut John Gray dalam bukunya Men Are From Mars, Women Are From Venus, perbedaan mendasar antara lelaki dengan perempuan dapat digambarkan sebagai berikut:
Lelaki

Perempuan

Sense of self dinilai dari prestasi
Lebih berorientasi pada tugas
Mandiri
Minta bantuan dapat diartikan sebagai lemah
Sense of self dinilai dari kemampuan membina hubungan
Lebih berorientasi pada hubungan
Saling tergantung
Minta bantuan berart menghormati orang yang dimintai bantuan
Fokus pada tujuan
Menikmati proses
Bersaing
Bekerjasama
Mengandalkan kemampuan analisis
Mengandalkan kemampuan intuisi
Cara pikir Linear: fokus pada satu hal dalam satu waktu, dan terkotak-kotak
Multi-tasking: berkutat dengan hal-hal kecil dalam satu waktu, dan sambung-menyambung (seperti gulungan benang)
Bertindak
Merasa lebih baik dengan menyelesaikan masalahnya
Berbicara
Merasa lebih baik dengan membicarakan masalahnya
Saat stress: cenderung menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan atau
menarik diri.
Saat stress: semakin terlibat dengan orang lain, lebih banyak berbicara agar dapat
didengarkan dan dimengerti
Kebutuhan utama: dihormati
(dipercaya, diterima, dihargai, dikagumi, diteguhkan, didukung).
Kebutuhan utama: di-ayom-i
(diperhatikan secara lembut, dimengerti, dihormati, dilindungi, diteguhkan, penghiburan).
Kata-kata digunakan untuk menyampaikan fakta dan informasi
Kata-kata merupakan sesuatu yang alami, sama halnya seperti bernafas
Dengan melihat beberapa perbedaan diatas, tentunya dapat dimengerti mengapa masalah menantu–mertua kebanyakan terjadi diantara kaum perempuan. Permasalahan yang terjadi seringkali cukup sulit diatasi, bahkan bagi mereka yang terlalu larut didalam masalah ini hubungannya dengan suami bisa menjadi rusak dan tidak mesra lagi. Apalagi jika suami tidak bisa menjadi pendamai karena merasa terjepit ditengah-tengah istri dan orangtua.
Apa yang Sebaiknya Anda Lakukan

Pada dasarnya penyelesaian suatu masalah pasti akan sangat tergantung pada diri individu itu sendiri. Dialah yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Jika harus menunggu pihak lain maka tentu akan sulit mencari suatu penyelesaian. Bagi anda yang mungkin mengalami masalah dengan mertua atau menantu, ada baiknya anda mempertimbangkan beberapa saran berikut ini:

1. Mulailah berdamai dengan diri sendiri
Berdamai dengan diri sendiri artinya menciptakan suasana tenang dalam diri sendiri dan membuang berbagai pikiran negatif yang muncul. Adapun cara-cara yang bisa dilakukan adalah:
* Ambil jarak dengan cara mengurangi jumlah pertemuan atau bila perlu tidak bertemu sama sekali untuk sementara waktu
* Alihkan pikiran secara total pada hal-hal lain yang lebih positif , misalnya urusan anak/cucu, suami, rumah, pekerjaan, dan terutama ibadat (mendekatkan diri pada Allah SWT).
2. Interospeksi Diri
Tanyakan pada diri anda sendiri apakah selama ini anda selalu mencari pembenaran atas segala tindakan yang anda lakukan terhadap mertua/menantu daripada melihat suatu masalah secara obyektif? Tidak adakah hal-hal positif atau masa-masa indah yang telah dilalui bersama-sama? Apakah untung ruginya jika terus-terusan bermasalah dengan mertua/menantu?Mulailah dengan mengubah pola pikir anda.
Ingatlah bahwa setiap perselisihan pasti melibatkan lebih dari satu orang dan dalam hal ini tidak ada yang tidak bersalah. Oleh karena itu, jika sebelumnya anda cenderung memikirkan setiap hal secara negatif dan selalu menyalahkan orang lain, cobalah sekarang belajar sedikit demi sedikit melihat permasalahan secara obyektif.
3.Mulailah belajar untuk memahami beberapa hal seperti:
* budaya keluarga yaitu turan, didikan, kebiasaan-kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu keluarga. Semua itu tentu saja membentuk karakter, sikap, dan pembawaan individu dalam kesehariannya dan dalam menghadapi masalah.
* saling memahami dan saling menyesuaikan diri . bila sudah menikah dengan anaknya maka seorang menantu dianggap sebagai anak oleh sang mertua dan bila menikah dengan seseorang berarti menikah juga dengan keluarganya, namun hal itu tidak boleh dilihat secara mutlak dan terjadi secara instant. Dalam kenyataan, komunikasi antara menantu–mertua mungkin tidak akan sebebas antara anak–orangtua. Artinya ada hal-hal yang harus tetap dijaga oleh pihak menantu dalam berinteraksi dengan mertua dan sebaliknya.
* Sebagai individu yang tentu memiliki berbagai kekurangan, maka seorang menantu atau mertua tentu pernah melakukan kehilafan atau kesalahan dalam proses berinteraksi. Hal tersebut tentu tidak serta merta harus dilihat sebagai suatu ancaman atau serangan. Tindakan atau sikap yang salah tersebut jika ditelaah secara obyektif mungkin juga pernah ditunjukkan oleh orang tua sendiri (bagi menantu) atau anak sendiri (bagi mertua). Oleh karena itu, seorang menantu atau mertua harus mampu melihat dan memahami permasalahan secara obyektif.
4. Jangan mudah terpancing dengan informasi atau gosip yang diberikan oleh pihak ketiga.
Jika mendapat pengaduan dari pihak ketiga mengenai sang mertua/menantu – terlepas dari kepentingan si pihak ketiga – ingatlah bahwa besar kemungkinan ada kata-kata yang hilang atau ditambahkan yang menyebabkan sebuah informasi jadi melenceng dari maksud aslinya. Dalam menyikapi hal seperti ini maka alangkah baiknya jika informasi yang diterima langsung dikonfirmasikan ke pihak yang bersangkutan.
5.Jika anda membutuhkan orang lain untuk “curhat”, maka pastikan orang tersebut benar-benar dapat dipercaya.
Jangan sampai apa yang anda sampaikan pada orang tersebut justru menyebar ke pihak lain.Jadikan curhat anda untuk mencari solusi penyelesaiannya pula.
Akhir kata… “when it is impossible to change others, you must change yourself” (Jika tidak mungkin mengubah orang lain, Anda harus mengubah diri sendiri), tentu saja dalam konotasi positif. Namun perlu diingat bahwa dibutuhkan kerendahan hati dan kesabaran untuk menyadari, mengakui, dan menerima kekurangan-kekurangan diri sendiri, serta mengerti dan menerima kekurangan-kekurangan orang lain. Yang pasti, semua proses ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
e-psikologi.com
rumahkusorgaku.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar